Tuesday, 14 April 2015

Untukmu, Sahabat Perjuanganku!


“Apa..?” sontak mataku terbelalak tak berkedip setelah mendengar berita tentangnya. Setelah mengucap salam, aku mematikan handphone dalam genggamanku.
Seketika itu juga air mataku menetes seolah tak percaya apa yang baru saja terucap dari telepon beberapa detik yang lalu.
Sesosok gadis jelita yang tak hanya memiliki keanggunan diri namun juga keanggunan jiwa kini terbaring di rumah sakit. Ya, gadis yang dengan ketangguhannya ia selalu bersabar dan qonaah, kini menjadi lemas tak berdaya ditemani infus ditangannya.
Sudah beberapa bulan terakhir ia memang sedang sakit, namun bukan Zahra namanya kalau bukan gadis tangguh. Seorang sahabat yang selalu disampingku, lebih dari sahabat ia sudah kuanggap seperti ‘mbak’ ku sendiri. Seseorang yang indah akhlaknya, luhur pekertinya serta pandai ilmunya, selalu menjadi inspirasi dalam kehidupanku. Yang membuat kini aku mulai belajar meninggalkan kejahiliahanku, yang selalu menuntunku untuk berani mengadu pada-Nya dan yang selalu memberiku kata ‘semangat’ tiap paginya, ia kini sedang beradu dengan sakit.
            Tak kuasa aku menahan sakit di kalbu, tubuhku langsung berlari menuju rumah sakit tempat Zahra dirawat. Kulihat ia sedang tertidur sangat pulas, air mataku semakin tak kuasa membasahi pipi. Masih terngiang di telingaku perkataan dokter beberapa menit yang lalu yang menambah perih dan sesak.
            ‘saudari Zahra mengalami koma sejak pagi tadi saat dibawa kesini’ ucap dokter seraya merasa kasihan melihat sembab mataku.
            Disisi kanan, di kursi tunggu depan kamar Zahra dirawat, ayah Zahra mencoba menenangkan istrinya yang terus menangis.
            Zahra memang tak menceritakan mendalam tentang sakitnya, ia hanya menceritakan kalau sakit, tapi ia tak pernah bilang bahwa sakitnya terus berkelanjutan. Sempat terlintas di benakku.
‘kasihan ayah bunda rin, merawatku sekian lama, kini aku udah dewasa, insyaAllah bisa merawat diri’ oh.. seberapa kuatnya dirimu sahabatku, kuat menopang rasa sakit demi tak memberikan sakit pada ayah bundamu.
Lalu, sekarang dalam tidurmu itu tersirat wajahmu penuh ikhlas menerima apa yang menjadi kehendak-Nya, sekalipun fisikmu kini ikut terbaring sementara. Tubuhmu yang semakin kurus, membuatku tak tega tuk melangkahkan kaki keluar rumah sakit ini. Bahkan tanganku pun sesekali hanya menuju kearah tanganmu, inginku genggam tangan lemasmu, inginku memberikan kehangatan sebisaku, namun dari kejauhanlah yang aku bisa. Rasa.. dan rasa yang rindu akan sentuhanmu sebagaimana kau dulu mengenggam erat tanganku saat ku menangis. Tak lihatkah engkau ra? air mataku dengan derasnya mengalir melihat kau saat ini. Tak terlihatkah pula, ayah bundamu kini hanya mengharap senyummu?
Di sudut kaca ini, dengan dada yang terlalu sesak hingga tak keluar satupun kata dari bibirku, hanya perasaan yang menghadap pada Tuhan penuh harap.
Hanya untaian doa dariku, ‘Ya Allah, Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Apa yang bisa hambamu ini perbuat? Apa yang bisa hamba berikan padanya?. Ya Rabb, izinkanlah aku memohon padamu, izinkanlah seuntai kata ini dapat membantunya, izinkanlah doaku ini Engkau ijabah. Karena hanya dengan izinmu dan rahmatmu hamba mampu tuk meminta. Berikanlah ia kemudahan dalam menjalani kehidupannya saat ini, angkatlah penyakitnya Ya Rabb.. Izinkanlah penyakitnya dapat menghapus dosa-dosanya. Sembuhkanlah ia sehingga manfaat akan terus ia tebarkan, menegakkan kalimatMu akan terus ia lakukan, dan terus membimbingku untuk meningkatkan cintaku padaMu.’
Aku hanya terus bersembunyi dibalik kaca pintu ini, menunggu dan menunggu semampuku, berharap gadis tangguh disana kan merasakan kehadiranku, berharap pula Allah Yang Kuasa membangunkannya kembali. Lirihku terucap, “Zahra, kuat yaa.. Ririn akan berdoa terus buat Zahra. Allah baik kok, Allah pasti kan sembuhkanmu.. Bersabarlah wahai sahabat perjuanganku.”
             
           

No comments: